Selasa, 29 November 2011

MAKALAH EKOLOGI PERAIRAN FAKTOR LINGKUNGAN LAUT 
(FISIKA-KIMIA-BIOLOGI) 
 Oleh Kelompok : 3 (Tiga) 
 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
 POLITEKNIK NEGERI JEMBER 
2011 

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 
Lautan telah lama dikenal sebagai salah satu ekosistem yang paling besar, paling kompleks dan paling dinamis di dunia. Terdapat berbagai macam interaksi antara faktor-faktor penyusun komponen lingkungan laut yang berlangsung sangat cepat dan terus menerus sehingga sangat menentukan kondisi ekosistem yang ada di lingkungan perairan tersebut. Lebih dari 80% air yang yang berada di alam merupakan air laut. Air laut menentukan iklim dan kehidupan di bumi. Sifat dari lingkungan kelautan adalah selalu berubah dan dinamik. Kadang-kadang perubahan ini berlangsung dalam waktu yang relatif cepat maupun lambat. Cepat atau lambatnya perubahan ini sama-sama mempunyai pengaruh, yakni kedua sifat perubahan tersebut akan mengubah intensitas faktor-faktor lingkungan. Perubahan apapun yang terjadi ada yang akan berdampak positif baik bagi suatu kehidupan dan negatif bagi kehidupan yang lain. Karena terus berubahnya lingkungan, maka organisme yang menempati kemungkinan juga akan berubah dan dapat merusak ekosistem tersebut. Oleh sebab itu diperlukan pengkajian mengenai faktor-faktor lingkungan laut sebagai pembentuk ekosistem lautan.


1.2 Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan komponen-komponen penyusun ekosistem lautan setidaknya kita dapat mengurangi perubahan dan kerusakan ekosistem yang terjadi. Namun, timbul beberapa permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut. 
• Fakto-faktor apa saja yang terdapat di lingkungan laut yang menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan dan pembentukan ekosistem baru? 
• Bagaimana keterikatan hubungan antara faktor-faktor tersebut? 

1.3 Tujuan
Penulisan makalah tentang faktor lingkungan laut ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyusun komponen ekosistem lingkungan laut dan mengetahui interaksi-interaksi yang terjadi di dalam. 

II. TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem laut merupakan suatu kumpulan integral dari berbagai komponen abiotik dan biotik yang berkaitan satu sama lain dan saling berinteraksi membentuk suatu unit fungsional. Komponen-komponen ini secara fungsional tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Apabila terjadi perubahan pada salah satu dari komponen-komponen tersebut (misalnya perubahan nilai parameter fisika-kimia perairan), maka akan menyebabkan perubahan pada komponen lainnya (misalnya perubahan kualitatif dan kuantitatif organismenya). Perubahan ini tentunya dapat mempengaruhi keseluruhan sistem yang ada, baik dalam kesatuan struktur fungsional maupun dalam keseimbangannya. Kelangsungan suatu fungsi ekosistem dapat menentukan kelestarian dari sumberdaya hayati sebagai komponen yang terlibat dalam sistem tersebut. Dalam lingkungan laut terdapat faktor-faktor pembentuk suatu ekosistem yang sekaligus sebagai faktor penentu perubahan ekosistem lautan. Secara umum faktor-faktor tersebut dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu faktor fisika, kimia, dan biologi air laut.

2.1 Faktor Fisika Lingkungan
Laut Faktor-faktor fisika yang terdapat di lingkungan laut meliputi suhu air, kecerahan/kekeruhan, kecepatan arus, gelombang, dan pasang surut (pasut) air laut.
2.1.1 Suhu
Suhu adalah ukuran energi gerakan molekul. Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme. Proses metabolisme hanya berfungsi di dalam kisaran suhu yang relatif sempit, biasanya antara 0 – 40 0C, tetapi ada juga organisme yang mampu mentolerir suhu sedikit di atas dan sedikit di bawah batas-batas tersebut, misalnya ganggang hijau-biru yang hidup pada suhu 85 0C di sumber air panas. Kebanyakan organisme laut telah mengalami adaptasi untuk hidup dan berkembang biak dalam kisaran suhu yang lebih sempit daripada kisaran total 0 – 40 0C. Sebaran suhu secara menegak (vertikal) diperairan Indonesia terbagi atas tiga lapisan, yakni: a. Lapisan hangat di bagian teratas (epilimnion), dimana pada lapisan ini gradien suhu berubah secara perlahan. b. Lapisan termoklin, yaitu lapisan dimana gradien suhu berubah secara cepat sesuai dengan pertambahan kedalaman. Pada lapisan termoklin memiliki ciri gradien suhu yaitu perubahan suhu terhadap kedalaman sebesar 0.1ºC untuk setiap pertambahan kedalaman satu meter (Nontji,1987). c. Lapisan dingin di bawah lapisan termoklin (hipolimnion), dimana suhu air laut konstan sebesar 4ºC.
Suhu merupakan faktor fisika yang sangat penting bagi suatu habitat. Kenaikan suhu akan mempercepat reaksi-reaksi kimiawi, menurut hukum Van’t Hoff kenaikan suhu 10°C melipat duakan kecepatan reaksi, walaupun hukum ini tidak selalu berlaku (Nybakken, 1992). Perubahan suhu pada daerah tropis relatif stabil karena cahaya matahari lebih banyak mengenai daerah ekuator dibanding daerah kutub. Hal ini dikarenakan cahaya matahari yang merambat melalui atmosfer banyak kehilangan panas sebelum cahaya tersebut mencapai kutub. Suhu di lautan kemungkinan berkisar antara -1.87°C (titik beku air laut) di daerah kutub sampai maksimum sekitar 42°C di daerah perairan dangkal (Hutabarat dan Evans, 1986). Suhu air permukaan diperairan Indonesia umumnya berkisar antara 28-31oC. Dilokasi dimana penaikan air (upwelling) terjadi, misalnya di Laut Banda, suhu air permukaan dapat turun sampai sekitar 25oC ini disebabkan karena air yang dingin pada lapisan bawah terangkat ke atas. Suhu air didekat pantai biasanya sedikit lebih tinggi dari pada yang di lepas pantai. Pantai laguna yang dangkal atau cekungan air yang tertangkap ketika air surut, suhu air mencapai lebih dari 35oC. Air dengan densitas yang rendah akan berada dilapisan atas dan air dengan densitas tinggi akan berada pada lapisan bawah.

2.1.2 Kecerahan/Kekeruhan
Tingkat kecerahan menyatakan tingkat cahaya yang diteruskan ke dalam kolom air dan dinyatakan dalam persentase (%), dari beberapa panjang gelombang yang ada yang jatuh agak lurus pada permukaan air. Kemampuan penetrasi cahaya matahari dipengaruhi kekeruhan air seperti suspensi dalam air (lumpur), planktonik (jasad renik) dan warna air.

2.1.3 Kecepatan Arus
Arus di permukaan merupakan pencerminan langsung dari pola angin yang bertiup pada waktu itu. Jadi arus permukaan ini digerakan oleh angin dan begitupun arus dibawahnya ikut terbawa. Arus dilapisi oleh permukaan laut berbelok ke kanan dari arah angin dan arus dilapisan bawahnya akan berbelok lebih ke kanan lagi dari arah arus permukaan. Hal ini disebabkan adanya gaya cariolis (Cariolis Force), yaitu gaya yang diakibatkan oleh perputaran bumi. Jika terjadi divergensi atau pembuyaran arus permukaan maka akan terjadi upwelling, yakni naiknya massa air dari lapisan bawah laut kelapisan permukaan dan jika terjadi konvergensi atau pemusatan arus permukaan, maka akan menyebabkan downwelling, yakni turunnya massa air dari lapisan atas kelapisan bawah.

2.1.4 Gelombang
Gerakan gelombang mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap organisme dan komunitas dibandingkan dengan daerah laut lainnya. Gelombang yang terhempas ke pantai akan melepaskan energinya di pantai. Makin tingginya gelombang, maka makin besar tenaganya memukul pantai. Ada tiga faktor yang menentukan besarnya gelombang yang disebabkan oleh angin yakni kuatan hembusan, lamanya hembusan dan jarak tempuh angin. Jarak tempuh angin ialah bentangan air terbuka yang dilalui angin. Sekali gelombang telah terbentuk oleh angin maka gelombang itu akan terus merambat sampai jauh.

2.1.5 Pasang Surut (Pasut) Air Laut
Pasang surut adalah naik dan turunnya air permukaan laut secara periodik selama suatu interval waktu tertentu. Pasut merupakan bentuk gerakan air laut yang terjadi karena pengaruh gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi. Ada 2 (dua) macam pasang surut yang terjadi, yakni: 
a. Pasang Purnama, ialah peristiwa terjadinya pasang naik dan pasang surut tertinggi (besar). Pasang besar terjadi pada tanggal 1 (berdasarkan kalender bulan)dan pada tanggal 14 (saat bulan purnama). Pada kedua tanggal tersebut posisi bumi-bulan-matahari berada pada satu garis (konjungsi) sehingga kekuatan gaya tarik bulan dan matahari berkumpul menjadi satu menarik permukaan bumi. Permukaan bumi yang menghadap ke bulan mengalami pasang naik besar.
b. Pasang Perbani, ialah peristiwa terjadinya pasang naik dan pasang surut terendah (kecil). Pasang kecil ini terjadi pada tanggal 7 dan 21 kalender bulan. Pada kedua tanggal tersebut posisi matahari – bulan – bumi membentuk sudut 90°. Gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi berlawanan arah sehingga kekuatannya menjadi berkurang (saling melemahkan).

2.2 Faktor Kimia Lingkungan Laut
Faktor-faktor kimia yang terdapat di lingkungan laut meliputi salinitas, oksigen terlarut (DO), derajat keasaman (pH), dan unsur hara (nutrien).

2.2.1 Salinitas
Salinitas adalah banyaknya zat terlarut. Zat padat terlarut meliputi garam-garam anorganik, senyawa-senyawa organik yang berasal dari organisme hidup, dan gas-gas terlarut (Nybakken, 1992). Salinitas adalah jumlah berat semua garam (dalam gram) yang terlarut dalam satu liter air, biasanya dinyatakan dengan satuan 0/00 (permil, gram per liter) (Nontji, 1986). Ciri paling khas pada air laut yang diketahui oleh semua orang ialah rasanya yang asin. Ini disebabkan karena didalam air laut terlarut garam-garam yang paling utama adalah natrium klorida (NaCl) yang sering disebut garam dapur. Selain NaCl, di dalam air laut terdapat pula MgCl2, kalium, dan kalsium. Menurut teori, zat-zat garam berasal dari proses outgassing, yaitu rembesan kulit bumi didasar laut berbentuk gas kepermukaan dasar laut. Hasil kikisan kerak bumi terlarut dengan gas dari kulit bumi dasar laut dan air sehingga menghasilkan garam di laut. Zat kimia terlarut yang membentuk garam yang diukur sebagai salinitas adalah CI, Na, SO4, dan Mg yang merupakan komponen utama sebesar 99,7% dari jumlah zat terlarut dalam air laut, sisanya 0,3% yang walaupun jumlahnya sedikit dapat mempengaruhi kehidupan di laut dan sebaliknya kepekatan zat ini ditentukan oleh aktifitas kehidupan laut.
Di perairan pantai karena terjadi pengenceran misalnya karena pengaruh aliran sungai salinitas bisa turun rendah. Sebaliknya di daerah dengan penguapan yang sangat kuat, salinitas bisa meningkat tinggi. Air payau adalah istilah umum yang digunakan untuk menyatakan air yang salinitasnya antara air tawar dan air laut. Perairan estuari atau daerah sekitar kuala dapat mempengaruhi struktur salinitas yang kompleks, karena selain merupakan pertemuan antara air tawar yang relatif ringan dan air laut yang lebih berat juga pengadukan air sangat menentukan (Nontji, 1986).

2.2.2 Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan di dalam air. Kehidupan makhluk hidup di dalam air tersebut tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kehidupannya (Fardiaz, 1992). Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman air, dimana jumlahnya tidak tetap tergantung dari jumlah tanamannya dan dari atmosfer (udara) yang masuk ke dalam air dengan kecepatan terbatas (Fardiaz, 1992). Oksigen terlarut dalam laut dimanfaatkan oleh organisme perairan untuk respirasi dan penguraian zat-zat organik oleh mikroorganisme. Konsentrasi oksigen terlarut dalam keadaan jenuh bervariasi tergantung dari suhu dan tekanan atmosfer (Fardiaz, 1992).
Oksigen merupakan faktor pembatas dalam penentuan kehadiran makhluk hidup di dalam air. Kepekatan oksigen terlarut bergantung pada suhu, kehadiran tanaman fotosintesis, tingkat penetrasi cahaya yang bergantung kepada kedalaman dan kekeruhan air, tingkat kederasan aliran air, dan jumlah bahan organik yang diuraikan dalam air seperti sampah, ganggang mati atau limbah industri (Sastrawijaya, 2001).

2.2.3 Derajat Keasaman (pH)
Nilai pH air yang normal atau netral yaitu antara pH 6 sampai pH 8 (Fardiaz, 1992). Air yang pH-nya kurang dari 7 bersifat asam, sedangkan yang pH-nya lebih dari 7 bersifat basa. Tanah yang bersifat asam akan mengakibatkan pelarutan dan ketersediaan logam berat yang berlebihan dalam tanah (Darmono, 1995). Perubahan pH yang sangat asam maupun basa akan mengganggu kelangsungan hidup organisme akuatik karena menyebabkan terganggunya metabolisme dan respirasi.

2.2.4 Unsur Hara (Nutrien)
Sebagian besar unsur-unsur kimiawi yang diperlukan oleh tumbuh-tumbuhan dan binatang terdapat dalam air laut dalam jumlah lebih dari cukup, sehingga kekurangannya tak perlu dipertimbangkan sebagai faktor ekologi. Dalam beberapa hal kepekatan unsur “trace” menjadi penting, tapi ini terjadi sangat jarang sekali dibanding dengan di darat. Fosfat dan nitrat dalam kepekatan bagaimanapun selalu dalam rasio yang tetap. 15 at. N : 1 at P. Rasio ini cenderung tetap dalam fito dan zooplankton. Hanya dalam keadaan tertentu rasio dalam air berubah. PO4 : P bisa berada dalam bentuk senyawa organik maupun anorganik. Keduanya dalam bentuk butiran dan larutan.
Dalam jaringan hidup terutama dalam bentuk senyawa organik dan dilepaskan kembali ke air sebagai kotoran maupun bangkai dalam bentuk butiran atau larutan. Dan untuk senyawa NO3, samudera mendapatkan dari udara bukan saja N tetapi juga NO3. Seperti halnya PO4, pertumbuhan dan fotosintesa dari tumbuh-tumbuhan laut (fitoplankton dan alga bentik) dibatasi oleh kepekatan NO3 dalam air. Selain unsur-unsur hara tersebut, diatom juga mengambil sejumlah besar Si dari laut dan kekurangan kandungan Si dapat menjadi faktor pembatas di perairan tertentu.

2.3 Faktor Biologi Lingkungan Laut
Laut, seperti halnya daratan, dihuni oleh biota yakni tumbuh-tumbuhan, hewan dan mikroorganisme hidup. Jumlah dan keanekaragaman jenis biota yang hidup di laut sangat berlimpah. Biota laut hampir menghuni semua bagian laut, mulai dari pantai, permukaan laut sampai dasar laut yang terjeluk sekalipun (Romimohtarto dan Juwana, 2001). Di laut terdapat berbagai macam organisme mulai dari yang berupa jasad-jasad hidup bersel satu yang sangat kecil sampai yang berupa jasad-jasad hidup yang berukuran sangat besar seperti ikan paus. Sebagian besar wilayah perairan terdapat banyak jenis biota laut yang saling berinteraksi, tetapi di beberapa wilayah perairan yang lain hanya terdapat beberapa jenis biota laut yang hidup dan berinteraksi karena kendala makanan dan kondisi lingkungan (Romimohtarto & Juwana, 2001). Faktor biologi lingkungan laut merupakan parameter dari mahluk hidup yang menjadi faktor penting dalam komponen penyusun ekosistem laut. Parameter biologi dapat berupa phytoplankton, zooplankton, benthos, nekton, bakteri, dan virus. Dari berbagai jenis organisme tersebut ada yang berlaku sebagai produsen, konsumen, dan pengurai (detritus).

2.3.1 Produsen
Produsen dalam lingkungan laut merupakan faktor utama yang menentukan produktuvitas lautan. Yang bertindak sebagai produsen adalah fitoplankton dan ganggang laut lainnya. Fitoplankton adalah tumbuh-tumbuhan air yang berukuran kecil, ia melayang-layang di air dan merupakan organisme laut yang menjadi makanan utama bagi ikan-ikan laut berukuran sedang dan kecil. Ia mampu memproduksi makanannya sendiri melalui proses fotosintesis (autotrof). Contoh plankton ini yaitu Alga merah banyak terdapat di Laut Merah, Alga biru banyak terdapat di Laut Tropik, Dinophysis, dan Navicula.

2.3.2 Konsumen
Terdiri atas berbagai hewan air yang hidup di laut seperti zooplankton, benthos, dan nekton (ikan). Zooplankton adalah sebuah koloni (kelompok) yang terdiri dari berbagai-jenis hewan kecil yang sangat banyak jumlahnya. Contoh zooplankton misalnya Copepoda, Tomopteris, Arrow Wori, Jelly Fish (ubur-ubur) dan beberapa jenis Crustacea. Bentos adalah organisme yang hidup di dasar laut baik yang menempel pada pasir maupun lumpur, beberapa contoh bentos antara lain kerang, bulu babi, bintang laut, cambuk laut, dan terumbu karang. Sedangkan nekton adalah hewan-hewan laut yang dapat bergerak aktif di perairan seperti ikan-ikan laut, reptil laut, mamalia laut, dan cumi-cumi. Semua organisme yang berlaku sebagai konsumen tersebut merupakan organisme heterotrof di lingkungan laut.

2.3.3 Dekomposer
Organisme laut yang bertindak sebagai pengurai atau pembusuk bahan-bahan organik dan anorganik seperti jenis bakteri pengurai (Nitrobacter sp.) dan jamur. Peranan mikroorganisme ini sangat vital dalam lingkungan laut karena dengan kehadiran dekomposer yang sangat menentukan perubahan lingkungan lautan. 

III. PEMBAHASAN
3.1 Faktor Fisika Lingkungan Laut
3.1.1 Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme di lautan, karena suhu mempengaruhi baik aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut. Setiap perubahan suhu cenderung untuk mempengaruhi banyak proses kimiawi yang terjadi secara bersamaan pada jaringan tanaman dan binatang, karenanya juga mempengaruhi biota secara keseluruhan (Hutabarat dan Evans, 1986). Suhu yang terdapat di air laut sering kali berfluktuasi. Perubahan suhu disebabkan oleh berbagai macam faktor diantaranya yaitu intensitas cahaya matahari yang diterima, kedalaman air dan letak ketinggian dari permukaan laut. Hal tersebut didukung oleh Hutabarat dan Evans (1986) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi suhu permukaan laut adalah letak ketinggian dari permukaan laut (Altituted), intensitas cahaya matahari yang diterima, musim, cuaca, kedalaman air, sirkulasi udara, dan penutupan awan. Suhu menurun secara teratur sesuai dengan kedalaman. Semakin dalam suhu akan semakin rendah atau dingin. Hal ini diakibatkan karena kurangnya intensitas matahari yang masuk kedalam perairan. Suhu mengalami perubahan secara perlahan-lahan dari daerah pantai menuju laut lepas. Umumnya suhu di pantai lebih tinggi dari daerah laut karena daratan lebih mudah menyerap panas matahari sedangkan laut tidak mudah mengubah suhu bila suhu lingkungan tidak berubah. Di daerah lepas pantai suhunya rendah dan stabil. Lapisan permukaan hingga kedalaman 200 meter cenderung hangat, hal ini dikarenakan sinar matahari yang banyak diserap oleh permukaan. Sedangkan pada kedalaman 200-1000 meter suhu turun secara mendadak yang membentuk sebuah kurva dengan lereng yang tajam. Pada kedalaman melebihi 1000 meter suhu air laut relatif konstan dan biasanya berkisar antara 2 – 4 0C (Sahala Hutabarat,1986). Suhu secara tidak langsung juga mempengaruhi kehidupan flora dan fauna laut, komposisi kimia air laut, sirkulasi massa air, dan cepat rambat gelombang akustik. Naiknya suhu air akan menimbulkan akibat seperti menurunkan jumlah oksigen terlarut di dalam air, meningkatkan kecepatan reaksi kimia, mengganggu kehidupan ikan dan hewan air lainnya, dan apabila batas suhu yang mematikan terlampaui maka ikan dan hewan air lainnya mungkin akan mati (Kristanto, 2002).

3.1.2 Kecerahan/Kekeruhan
Tingkat kecerahan/kekeruhan yang berbeda pada laut selain disebabkan oleh penetrasi cahaya yang masuk juga diakibatkan oleh tanaman yang hidup di dasarnya seperti alga yang terdapat pada laut merah, dan endapan atau sedimen yang terbawa didalam air. Seperti warna coklat yang merupakan endapan yang terbawa aliran air sehingga membuat warnanya nampak keruh. Penetrasi cahaya sering kali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air karena sifat air laut yang mengandung sejumlah besar partikel dalam suspensi yang sering di sebut dengan kekeruhan. Sedangkan pada perairan estuari yang kekeruhannya tinggi, produktivitasnya perairannya akan rendah. Hal ini mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis karena penetrasi cahaya matahari terhalang oleh partikel-partikel yang disebabkan oleh kekeruhan tersebut. Terganggunya proses fotosintesis menyebabkan fungsi utama fitoplankton sebagai produsen primer, pangkal rantai makanan dan fundamen yang mendukung kehidupan seluruh biota di estuari menjadi terganggu, sehingga kehidupan seluruh biota juga akan terancam (Nontji, 1993). Intesitas cahaya mempengaruhi pola sebaran organisme. Ada sebagian organisme yang menyukai cahaya dengan intesitas cahaya yang besar, namun ada juga organisme yang lebih menyukai cahaya yang redup. Pada bagian bawah laut, cahaya matahari mempunyai pengaruh besar secara tidak langsung, yakni sebagai sumber energi untuk fotosintesis tumbuh-tumbuhan air dan fitoplankton. Air laut berwarna karena proses alami, baik yang berasal dari proses biologis maupun non-biologis. Produk dari proses biologis dapat berupa humus, gambut dan lain-lain, sedangkan produk dari proses non-biologis dapat berupa senyawa-senyawa kimia yang mengandung unsur Fe, Ni, Co, Mn, dan lain-lain. Selain itu perubahan warna air laut dapat pula disebabkan oleh kegiatan manusia yang menghasilkan limbah berwarna. Air laut dengan tingkat warna tertentu/dapat mengurangi proses fotosintesa serta dapat menganggu kehidupan biota akuatik terutama fitoplankton dan beberapa jenis bentos.

3.1.3 Kecepatan Arus
Arus mempunyai pengaruh positip maupun negatip terhadap kehidupan biota perairan. Arus dapat mengakibatkan menurunnya jumlah jaringan-jaringan jasad hidup yang tumbuh di daerah itu dan partikel-partikel dalam suspensi dapat menghasilkan pengikisan. Di perairan dengan dasar lumpur, arus dapat mengaduk endapan lumpur-lumpuran sehingga mengakibatkan kekeruhan air dan mematikan hewan air. Kekeruhan yang diakibatkan juga bisa mengurangi penetrasi sinar matahari dan mengakibatkan menurunnya aktivitas fotosintesa. Manfaat dari arus bagi banyak biota adalah menyangkut penambahan makanan bagi biota-biota tersebut dan pembuangan kotoran-kotorannya. Untuk jenis algae yang kekurangan zat-zat kimia dan CO2 dapat dipenuhi dengan adanya sirkulasi air. Sedangkan bagi hewan air, CO2 dan produk-produk sisa dapat disingkirkan dan O2 tetap tersedia. Arus juga memainkan peranan penting bagi penyebaran plankton, baik holoplankton maupun meroplankton. Terutama bagi golongan terakhir yang terdiri dari telur-telur dan burayak-burayak avertebrata dasar dan ikan-ikan. Mereka mempunyai kesempatan menghindari persaingan makanan dengan induk-induknya terutama yang hidup menempel seperti teritip (Belanus sp.). Arus sangat penting sebagai faktor pembatas terutama pada aliran air. Di samping itu juga arus di dalam aliran air dapat menentukan distribusi gas vital, garam dan organisme plankton (Anwar, 1984).

3.1.4 Gelombang
Secara ekologis gelombang paling penting di daerah pasang surut (perairan dangkal). Di bagian laut agak dalam pengaruhnya menurun, dan di perairan oseanik ia mempengaruhi pertukaran udara. Gelombang ditimbulkan oleh angin, pasang-surut dan kadang-kadang oleh gempa bumi dan gunung meletus (dinamakan tsunami). Gelombang mempunyai sifat penghancur. Biota yang hidup di daerah pasang surut harus mempunyai daya tahan terhadap pukulan gelombang. Gelombang dengan mudah menjebol alga-alga dari substratanya. Diduga, gelombang juga mengubah bentuk karang-karang pembentuk terumbu. Gelombang mencampur gas atmosfir ke dalam permukaan air sehingga memulai proses pertukaran gas.

3.1.5 Pasang Surut (Pasut) Air Laut
Pengaruh pasang surut yang paling jelas terhadap organisme dan komunitas daerah litoral yang menyebabkan terkena udara terbuka secara periodik dengan kisaran parameter fisik cukup besar. Lamanya terkena udara terbuka merupakan hal yang paling penting karena pada saat itulah organisme laut akan berada dalam kisaran suhu terbesar dan memungkinkan mengalami kekeringan (kehilangan air). Semakin lama terkena udara, semakin besar kehilangan air diluar batas kemampuan dan semakin kecil kesempatan untuk mencari makan dan mengakibatkan kekurangan energi. Pasang surut air laut juga mempengaruhi kadar garam yang ada di perairan tersebut serta partikel-partikel suspensi lainnya. 

3.2 Faktor Kimia Lingkungan Laut
3.2.1 Salinitas
Keanekaragaman salinitas dalam air laut akan mempengaruhi jasad-jasad hidup akuatik melalui pengendalian berat jenis dan keragaman tekanan osmotik. Jenis-jenis biota air ditakdirkan untuk mempunyai hampir semua jaringan-jaringan lunak yang berat jenisnya mendekati berat jenis air laut biasa, sedangkan jenis-jenis yang hidup di dasar laut (bentos) mempunyai berat jenis yang lebih tinggi daripada air laut di atasnya. Salinitas dapat menimbulkan tekanan-tekanan osmotik. Umumnya, kandungan garam dalam sel-sel biota laut cenderung mendekati kandungan garam dalam kebanyakan air laut. Jika sel-sel tersebut berada di lingkungan dengan salinitas yang berbeda maka suatu mekanisme osmoregulasi diperlukan untuk menjaga keseimbangan kepekatan antara sel dan lingkungannya. Pada kebanyakan biota air, penurunan salinitas biasanya bersamaan dengan penurunan salinitas dalam sel. Suatu mekanisme osmoregulasi baru terjadi setelah ada penurunan salinitas yang nyata. Kemampuan untuk menghadapi fluktuasi yang berasal dari salinitas terdapat pada kelompok-kelompok binatang beraneka ragam dari protozoa sampai ikan. Biota estuarina biasanya mempunyai toleransi terhadap variasi salinitas yang besar (eury-halin) contohnya seperti ikan bandeng. Salinitas yang tak sesuai dapat menggagalkan pembiakan dan menghambat pertumbuhan biota air.

3.2.2 Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut diperlukan oleh hampir semua bentuk kehidupan akuatik untuk proses pembakaran dalam tubuh. Beberapa bakteria maupun beberapa binatang dapat hidup tanpa oksigen (anaerobik) sama sekali, lainnya dapat hidup dalam keadaan anaerobik hanya sebentar tetapi memerlukan penyediaan oksigen yang berlimpah setiap kali. Kebanyakan dapat hidup dalam keadaan kandungan oksigen yang rendah sesekali tapi tak dapat hidup tanpa oksigen sama sekali. Sumber oksigen terlarut dari perairan adalah dari udara di atasnya, proses fotosintese dan glycogen dari binatang itu sendiri. Air yang tidak mengandung oksigen terlarut jarang terdapat disamudera. Oksigen dihasilkan oleh proses fotosintesa dari tumbuh-tumbuhan air dan fitoplankton dan diperlukan untuk pernafasan bagi biota air. Menurunnya kadar oksigen terlarut dapat mengurangi efisiensi pengambilan oksigen oleh biota laut, sehingga dapat menurunkan kemampuan biota tersebut untuk hidup normal dalam lingkungannya. Kadar oksigen terlarut di perairan Indonesia berkisar antara 4,5 dan 7.0 ppm.

3.2.3 Derajat Keasaman (pH)
Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk mencegah perubahan pH. Perubahan pH yang sedikit saja dari pH alami akan memberikan petunjuk terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat menimbulkan perubahan dan ketidakseimbangan kadar CO2 yang dapat membahayakan kehidupan biota laut. pH air laut permukaan di Indonesia umumnya bervariasi dari lokasi ke lokasi antara 6.0 – 8,5. Perubahan pH dapat berakibat buruk terhadap kehidupan biota laut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Akibat langsung adalah kematian ikan, burayak, telur, dan lain-lainnya, serta mengurangi produktivitas primer. Akibat tidak langsung adalah perubahan toksisitas zat-zat yang ada dalam air, misalnya penurunan pH sebesar 1,5 dari nilai alami dapat memperbesar toksisitas NiCN sampai 1000 kali.

3.2.4 Unsur Hara (Nutrien)
Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, fitoplankton membutuhkan banyak unsur nutrien. Menurut Michael (1985), fosfat dan nitrogen merupakan unsur hara makro yang dimanfaatkan oleh fitoplankton sebagai nutrien sehingga dapat menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan. Umumnya kekurangan fosfat dalam laut akan mempengaruhi proses fotosintesa dan pertumbuhan yang sama besarnya. Adapun nitrat yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesuburan perairan laut. Perairan oligotropik memiliki kandungan nitrat 0 - 0,1 mg/liter, perairan mesotropik sebesar 0,1 - 0,5 mg/liter dan perairan eutropik 0,5 - 5 mg/liter (Wetzel, 1982).

3.3 Faktor Biologi Lingkungan Laut
Keberadaan masing-masing organisme dalam lingkungan laut dapat memberikan informasi kualitas lingkungan di mana biota tersebut hidup. Semakin beraneka jenis biota dan jumlah yang banyak ditemukan dalam perairan dapat mengindikasikan bahwa kualitas lingkungan tersebut masih baik. Peranan dan kedudukan masing-masing organisme di laut digambarkan dalam piramida makanan di laut. Dasar piramida ditempati oleh organisme produser atau organisme autotrop yang mampu merubah bahan anorganik menjadi bahan organik dengan memanfaatkan energi matahari. Energi matahari dimanfaatkan oleh organisme autotroph untuk membentuk bahan organik yang akan dimanfaatkan oleh organisme herbivora. Fitoplankton merupakan organisme autotroph utama dalam kehidupan di laut. Melalui proses fotosisntesis yang dilakukannya, fitoplankton mampu menjadi sumber energi bagi seluruh biota laut lewat mekanisme rantai makanan. Walaupun memiliki ukuran yang kecil namun memiliki jumlah yang tinggi sehingga mampu menjadi pondasi dalam piramida makanan di laut. Di samping menjadi makanan utama ikan, tumpukan bangkai plankton di laut dangkal juga merupakan bahan dasar bagi terbentuknya mineral-mineral laut. Lain halnya dengan bentos dan nekton, dimana organisme-organisme ini merupakan hewan heterotrof yang tidak dapat memproduksi makanan sendiri sehingga membutuhkan kehadiran organisme lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun keberadaan benthos dan nekton di lingkungan laut dapat mengontrol kualitas perairan (mencegah terjadinya blooming algae) Benthos merupakan hewan air laut yang hidupnya di dasar laut seperti jenis kekerangan. Tubuh bentos banyak mengandung mineral kapur. Batu-batu karang yang biasa kita lihat di pantai merupakan sisa-sisa rumah atau kerangka benthos. Sedangkan nekton merupakan hewan air yang aktif bergerak dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-harinya seperti jenis ikan dan ampibi laut. Satu lagi organisme yang sangat berperan dalam pembemtukan ekosistem lautan yaitu organisme pengurai (dekomposer) seperti jenis bakteri dan jamur. Peranan mereka sangat vital dalam mengatur ekosistem di lautan, karena dengan kehadirannya, bahan-bahan organik dan anorganik dilautan dapat diuraikan menjadi unsur-unsur hara (nutrien) yang dapat dimanfaatkan oleh organisme autotrof (fitoplankton) untuk melakukan proses fotosintesis.

IV. KESIMPULAN
Melihat berbagai macam ulasan mengenai faktor-faktor pembentuk dan sekaligus penyebab terjadi perubahan di lingkungan laut maka dapat diambil kesimpulan bahwa fakor yang menyebabkan terjadinya perubahan tersebut terdiri atas faktor fisika, kimia, dan biologi lingkungan laut. Faktor fisika meliputi temperatur atau sahu perairan laut, kecerahan/kekeruhan (tingkat penetrasi cahaya), kecepatan arus, gelombang dan daerah pasang surut air laut. Kemudian faktor kimia meliputi salinitas, oksigen terlarut (DO), derajat keasaman (pH), dan beberapa unsur hara (nutrien). Sedangkan faktor biologi meliputi produsen (fitoplankton dan ganggang laut lainnya), konsumen (zooplankton, benthos, dan nekton) dan dekomposer (bakteri dan jamur). Masing-masing faktor tersebut memiliki keterkaitan hubungan timbal balik antara yang satu dengan yang lainnya sehingga membentuk suatu lingkungan perairan laut (ekosistem lautan).

DAFTAR PUSTAKA
http://tonny.mhs.upnyk.ac.id/2011/10/05/karakteristik-fisika-kimia-air-laut/ http://ojanmaul.wordpress.com/category/biologi-laut/
http://smk3ae.wordpress.com/2008/06/24/sifat-%E2%80%93-sifat-kimia-air/ 
http://lets-belajar.blogspot.com/2007/08/faktor-fisika-kimia-air.html
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/04/pengaruh-faktor-faktor-lingkungan-terhadap-budidaya-laut/
http://acehpedia.org/Lingkungan_Laut 
http://zonabawah.blogspot.com/2011/05/pengaruh-berbagai-faktor-lingkungan_28.html
http://masantos.wordpress.com/category/biologi-laut/