TUGAS
OSEANOGRAFI
TENTANG
PADANG
LAMUN
DISUSUN OLEH : KELOMPOK VI
Progran Studi: BUDIDAYA
PERAIRAN
PROGRAM
PENDIDIKAN DIPLOMA IV
Kerjasama
Antara Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan
Tenaga
Kependidikan Pertanian Cianjur dengan Politeknik Negeri Jember
2010
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Tuhan Yang maha Esa atas kasih dan karuniaNYA, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas Oseanografi Tentang “ padang Lamun ”, selesai tepat
pada waktunya. Penulis menyadari bahwa tugas ini tak lepas dari bantuan, pengarahan
dan dorongan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan kerendahan hati
penulis mengucapkan terima kasih kepada mereka semua yang telah ikut membantu.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Bapak
Ir . Dardian, M.Si selaku dosen I matakuliah Oseanografi
2. Bapak
Saiful Anas, S.Pi, M.Si selaku dosen II matakuliah Oseanografi
3. Serta
Temen-teman D4 Budidaya Perairan Vedca Cianjur yang telah meluangkan waktunya
menemani penulis baik dalam proses pencarian bahan sampai selesainya saat
penulisan makalah ini.
Akhir kata semoga Tuhan selalu
memberikan rahmatnya dalam kita mengejar ilmu dan semoga tugas yang dibuat
penulis ini bermanfaat bagi semua yang
membacanya. Amin
Terima
kasih.
Cianjur, 9 Maret, 2011
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada
daratan, oleh karena itu Indonesia di kenal sebagai negara maritim. Perairan
laut Indonesia kaya akan berbagai biota laut baik flora maupun fauna. Demikian
luas serta keragaman jasad– jasad hidup di dalam yang kesemuanya membentuk
dinamika kehidupan di laut yang saling berkesinambungan (Nybakken 1988).
Ekosistem laut merupakan suatu kumpulan integral dari
berbagai komponen abiotik (fisika-kimia) dan biotik (organisme hidup) yang
berkaitan satu sama lain dan saling berinteraksi membentuk suatu unit
fungsional. Komponen- komponen ini secara fungsional tidak dapat dipisahkan
satu sama lain. Apabila terjadi perubahan pada salah satu dari
komponen-komponen tersebut maka akan menyebabkan perubahan pada komponen
lainnya. Perubahan ini tentunya dapat mempengaruhi keseluruhan sistem yang ada,
baik dalam kesatuan struktur fungsional maupun dalam keseimbangannya.
Dewasa ini, perhatian terhadap biota laut semakin meningkat
dengan munculnya kesadaran dan minat setiap lapisan masyarakat akan pentingnya
lautan. Menurut Bengen (2001) laut sebagai penyedia sumber daya alam yang
produktif baik sebagai sumber pangan, tambang mineral, dan energi, media
komunikasi maupun kawasan rekreasi atau pariwisata. Karena itu wilayah pesisir
dan lautan merupakan tumpuan harapan manusia dalam pemenuhan kebutuhan di masa
datang.
1.2
Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan Makalah Oseanografi Perairan
“Padang Lamun
Dalam
Ekosistem Laut” adalah sebagai berikut :
1. Agar mahasiswa/i dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan padang lamun
2. Agar mahasiswa/i dapat mengetahui
bagaimana ekosistem yang terjadi dalam padang lamun.
3. Agar mahasiswa/i dapat mengetahui
apa saja masalah yang dihadapi dalam ekosistem pada lamun.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Padang Lamun
Salah satu sumber daya laut yang cukup potensial untuk dapat
dimanfaatkan adalah lamun, Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga
(angiospermae) yang berbiji satu (monokotil) dan mempunyai akar rimpang, daun,
bunga dan buah. Dimana secara ekologis lamun mempunyai beberapa fungsi penting
didaerah pesisir. Lamun merupakan produktifitas primer di perairan dangkal di
seluruh dunia dan merupakan sumber makanan penting bagi banyak organisme. Perairan
pesisir merupakan lingkungan yang memperoleh sinar matahari cukup yang dapat
menembus sampai ke dasar perairan.
Di perairan ini juga kaya akan nutrien karena mendapat
pasokan dari dua tempat yaitu darat dan lautan sehingga merupakan ekosistem
yang tinggi produktivitas organiknya. Karena lingkungan yang sangat mendukung
di perairan pesisir maka tumbuhan lamun dapat hidup dan berkembang secara
optimal. Lamun didefinisikan sebagai
satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang mampu beradaptasi secara
penuh di perairan yang salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam di dalam
air dan memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati. Beberapa ahli juga
mendefinisikan lamun (Seagrass) sebagai tumbuhan air berbunga, hidup di dalam
air laut, berpembuluh, berdaun, berimpang, berakar, serta berbiak dengan biji
dan tunas.
Karena
pola hidup lamun sering berupa hamparan maka dikenal juga istilah padang lamun
(Seagrass bed) yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu area
pesisir/laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan kerapatan
padat atau jarang. Sedangkan sistem (organisasi) ekologi padang lamun yang
terdiri dari komponen biotik dan abiotik disebut Ekosistem Lamun (Seagrass
ecosystem). Habitat tempat hidup lamun adalah perairan dangkal agak berpasir
dan sering juga dijumpai di terumbu karang.
Ekosistem
padang lamun memiliki kondisi ekologis yang sangat khusus dan berbeda dengan
ekosistem mangrove dan terumbu karang. Ciri-ciri ekologis padang lamun antara
lain adalah :
1. Terdapat di perairan pantai yang
landai, di dataran lumpur/pasir
2. Pada batas terendah daerah pasang
surut dekat hutan bakau atau di dataran terumbu karang
3. Mampu hidup sampai kedalaman 30
meter, di perairan tenang dan terlindung
4. Sangat tergantung pada cahaya
matahari yang masuk ke perairan
5. Mampu melakukan proses metabolisme
secara optimal jika keseluruhan tubuhnya terbenam air termasuk daur generatif
6. Mampu hidup di media air asin
7. Mempunyai
sistem perakaran yang berkembang baik
Padang lamun
adalah ekosistem pesisir yang ditumbuhi oleh lamun sebagai vegetasi yang
dominan. Lamun (seagrass) adalah kelompok tumbuhan berbiji tertutup
(Angiospermae) dan berkeping tunggal (Monokotil) yang mampu hidup secara
permanen di bawah permukaan air laut (Sheppard et al., 1996). Komunitas lamun
berada di antara batas terendah daerah pasangsurut sampai kedalaman tertentu
dimana cahaya matahari masih dapat mencapai dasar laut (Sitania, 1998).
2.2 Klasifikasi Lamun
Tanaman lamun memiliki bunga, berpolinasi, menghasilkan buah
dan menyebarkan bibit seperti banyak tumbuhan darat. Klasifikasi lamun adalah
berdasarkan karakter tumbuh-tumbuhan. Selain itu, genera di daerah tropis
memiliki morfologi yang berbeda sehingga pembedaan spesies dapat dilakukan
dengan dasar gambaran morfologi dan anatomi. Lamun merupakan tumbuhan laut
monokotil yang secara utuh memiliki perkembangan sistem perakaran dan rhizoma
yang baik. Pada sistem klasifikasi, lamun berada pada Sub kelas
Monocotyledoneae, kelas Angiospermae. Dari 4 famili lamun yang diketahui, 2
berada di perairan Indonesia yaitu Hydrocharitaceae dan Cymodoceae. Famili
Hydrocharitaceae dominan
merupakan
lamun yang tumbuh di air tawar sedangkan 3 famili lain merupakan lamun yang
tumbuh di laut.
Di seluruh dunia diperkirakan terdapat sebanyak 52 jenis
lamun, di mana di Indonesia ditemukan sekitar 15 jenis yang termasuk ke dalam 2
famili:
(1) Hydrocharitaceae, dan
(2) Potamogetonaceae.
Jenis yang membentuk
komunitas padang lamun tunggal, antara lain: Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides,
Halophila ovalis, Cymodocea serrulata, dan Thallassodendron ciliatum.
Eksistensi lamun di laut merupakan hasil dari beberapa adaptasi yang dilakukan
termasuk toleransi terhadap salinitas yang tinggi, kemampuan untuk menancapkan
akar di substrat sebagai jangkar, dan juga kemampuan untuk tumbuh dan melakukan
reproduksi pada saat terbenam. Salah satu hal yang paling penting dalam
adaptasi reproduksi lamun adalah hidrophilus yaitu kemampuannya untuk
melakukan polinasi di bawah air.
Secara rinci klasifikasi lamun menurut Den Hartog (1970) dan
Menez, Phillips,
dan
Calumpong (1983) adalah sebagai berikut :
Devisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Famili : Potamogetonacea
Subfamili : Zosteroideae
Genus : Zostera, Phyllospadix,
Heterozostera.
2.3 Karakteristik Sistem Vegetatif
Bentuk vegetatif
lamun memperlihatkan karakter tingkat keseragaman yang tinggi, hampir semua
genera memiliki rhizoma yang sudah berkembang dengan baik dan bentuk daun yang
memanjang (linear) atau berbentuk sangat panjang seperti ikat pinggang (belt),
kecuali jenis Halophila memiliki bentuk lonjong. Berbagai bentuk pertumbuhan
tersebut mempunyai kaitan dengan perbedaan ekologik lamun (den Hartog, 1977).
MisalnyaParvozosterid danHalophilid dapat dijumpai pada hampir semua habitat,
mulai dari pasir yang kasar sampai lumpur yang lunak, mulai dari daerah dangkal
sampai dalam, mulai dari laut terbuka sampai estuari.
Magnosterid
dapat dijumpai pada berbagai substrat, tetapi terbatas pada daerah sublitoral
sampai batas rata-rata daerah surut. Secara umum lamun memiliki bentuk luar
yang sama, dan yang membedakan antar spesies adalah keanekaragaman bentuk organ
sistem vegetatif. Menjadi tumbuhan yang memiliki pembuluh, lamun juga memiliki
struktur dan fungsi yang sama dengan tumbuhan darat yaitu rumput. Berbeda dengan rumput laut (marine alga/seaweeds),
lamun memiliki akar sejati, daun, pembuluh internal yang merupakan sistem yang
menyalurkan nutrien, air, dan gas.
2.3.1.
Akar
Terdapat perbedaan morfologi dan anatomi akar yang jelas antara
jenis lamun yang dapat digunakan untuk taksonomi. Akar pada beberapa spesies
seperti Halophila dan Halodule memiliki karakteristik tipis
(fragile), seperti rambut, diameter kecil, sedangkan spesiesThalass odendr on
memiliki akar yang kuat dan berkayu dengan sel epidermal. Jika dibandingkan
dengan tumbuhan darat, akar dan akar rambut lamun tidak berkembang dengan baik.
Namun, beberapa penelitian memperlihatkan bahwa akar dan rhizoma lamun memiliki
fungsi yang sama dengan tumbuhan darat. Akar-akar halus yang tumbuh di bawah permukaan
rhizoma, dan memiliki adaptasi khusus (contoh : aerenchyma, sel epidermal)
terhadap lingkungan perairan. Semua akar memiliki pusat stele yang dikelilingi
oleh endodermis. Stele mengandung phloem
(jaringan transport nutrien) dan xylem (jaringan yang menyalurkan air) yang
sangat tipis. Karena akar lamun tidak berkembang baik untuk menyalurkan air
maka dapat dikatakan bahwa akar lamun tidak berperan penting dalam penyaluran air.
Patriquin (1972) menjelaskan bahwa lamun mampu untuk
menyerap nutrien dari dalam substrat (interstitial) melalui sistem
akar-rhizoma. Selanjutnya, fiksasi nitrogen yang dilakukan oleh bakteri
heterotropik di dalam rhizosper Halophila ovalis, Enhalus acoroides,
Syringodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii cukup tinggi lebih dari 40 mg
N.m-2.day-1. Koloni bakteri yang ditemukan di lamun memiliki peran yang penting
dalam penyerapan nitrogen dan penyaluran nutrien oleh akar. Fiksasi nitrogen
merupakan proses yang penting karena nitrogen merupakan unsur dasar yang
penting dalam metabolisme untuk menyusun struktur komponen sel. Diantara banyak fungsi, akar lamun merupakan
tempat menyimpan oksigen untuk proses fotosintesis yang dialirkan dari lapisan
epidermal daun melalui difusi sepanjang sistem lakunal (udara) yang
berliku-liku. Sebagian besar oksigen yang disimpan di akar dan rhizoma
digunakan untuk metabolisme dasar sel kortikal dan epidermis seperti yang
dilakukan oleh mikroflora di rhizospher. Beberapa lamun diketahui mengeluarkan
oksigen melalui akarnya (Halophila ovalis) sedangkan spesies lain (Thallassia
testudinum) terlihat menjadi lebih baik pada kondisi anoksik.
Larkum et al (1989) menekankan bahwa transport oksigen ke
akar mengalami penurunan tergantung kebutuhan metabolisme sel epidermal akar
dan mikroflora yang berasosiasi. Melalui sistem akar dan rhizoma, lamun dapat
memodifikasi sedimen di sekitarnya melalui transpor oksigen dan kandungan kimia
lain. Kondisi ini juga dapat menjelaskan jika lamun dapat memodifikasi sistem
lakunal berdasarkan tingkat anoksia di sedimen. Dengan demikian pengeluaran
oksigen ke sedimen merupakan fungsi dari detoksifikasi yang sama dengan yang
dilakukan oleh tumbuhan darat. Kemampuan ini merupakan adaptasi untuk kondisi
anoksik yang sering ditemukan pada substrat yang memiliki sedimen liat atau
lumpur. Karena akar lamun merupakan tempat untuk melakukan metabolisme aktif
(respirasi) maka konnsentrasi CO2 di jaringan akar relatif tinggi.
2.3.2.
Rizoma dan Batang
Semua lamun memiliki lebih atau kurang rhizoma yang utamanya
adalah herbaceous, walaupun pada Thallasodendron ciliatum (percabangan
simpodial) yang memiliki rhizoma berkayu yang memungkinkan spesies ini hidup
pada habitat karang yang bervariasi dimana spesies lain tidak bisa hidup.
Kemampuannya untuk tumbuh pada substrat yang keras menjadikan T. Ciliatum
memiliki energi yang kuat dan dapat hidup berkoloni disepanjang hamparan
terumbu karang. Struktur rhizoma dan batang lamun memiliki variasi yang sangat
tinggi tergantung dari susunan saluran di dalam stele. Rhizoma, bersama sama
dengan akar, menancapkan tumbuhan ke dalam substrat. Rhizoma seringkali
terbenam di dalam substrat yang dapat meluas secara ekstensif dan memiliki
peran yang utama pada reproduksi secara vegetatif dan reproduksi yang dilakukan
secara vegetatif merupakan hal yang lebih penting daripada reproduksi dengan
pembibitan karena lebih menguntungkan untuk penyebaran lamun. Rhizoma merupakan
60 – 80% biomas lamun.
2.3.3.
Daun
Seperti semua tumbuhan monokotil, daun lamun diproduksi dari
meristem basal yang terletak pada potongan rhizoma dan percabangannya. Meskipun
memiliki bentuk umum yang hampir sama, spesies lamun memiliki morfologi khusus
dan bentuk anatomi yang memiliki nilai taksonomi yang sangat tinggi. Beberapa
bentuk morfologi sangat mudah terlihat yaitu bentuk daun, bentuk puncak daun,
keberadaan atau ketiadaan ligula. Contohnya adalah puncak daunCymodocea
serrulata berbentuk lingkaran dan berserat, sedangkan C. Rotundata datar dan halus.
Daun lamun
terdiri dari dua bagian yang berbeda yaitu pelepah dan daun. Pelepah daun
menutupi rhizoma yang baru tumbuh dan melindungi daun muda. Tetapi genus
Halophila yang memiliki bentuk daun petiolate tidak memiliki pelepah. Anatomi yang khas dari daun lamun adalah ketiadaan stomata dan
keberadaan kutikel yang tipis. Kutikel daun yang
tipis tidak dapat menahan pergerakan ion dan difusi karbon sehingga daun dapat
menyerap nutrien langsung dari air laut. Air laut merupakan sumber bikarbonat
bagi tumbuh-tumbuhan untuk penggunaan karbon inorganik dalam proses
fotosintesis.
2.4 Fungsi Padang Lamun
Menurut Azkab (1988), ekosistem lamun merupakan salah satu
ekosistem di laut dangkal yang paling produktif. Di samping itu juga ekosistem
lamun mempunyai peranan penting dalam menunjang kehidupan dan perkembangan
jasad hidup di laut dangkal, sebagai berikut :
1. Sebagai produsen primer : Lamun
memiliki tingkat produktifitas primer tertinggi bila dibandingkan dengan
ekosistem lainnya yang ada dilaut dangkal seperti ekosistem terumbu karang
(Thayer et al. 1975).
2. Sebagai habitat biota : Lamun
memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai hewan dan
tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu, padang lamun (seagrass beds) dapat juga
sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan dan makanan berbagai jenis ikan
herbivora dan ikan-ikan karang (coral fishes) (Kikuchi & Peres, 1977).
3. Sebagai penangkap sedimen : Daun
lamun yang lebat akan memperlambat air yang disebabkan oleh arus dan ombak,
sehingga perairan disekitarnya menjadi tenang. Disamping itu, rimpang dan akar
lamun dapat menahan dan mengikat sedmen, sehingga dapat menguatkan dan
menstabilkan dasar permukaan. Jadi, padang lamun disini berfungsi sebagai
penangkap sedimen dan juga dapat mencegah erosi (Gingsuburg & Lowestan,
1958).
4. Sebagai
pendaur zat hara : Lamun memegang peranan penting dalam pendauran berbagai zat
hara dan elemen-elemen yang langka dilingkungan laut. Khususnya zat-zat hara
yang dibutuhkan oleh algae epifit.
Sedangkan
menurut Philips & Menez (1988), ekosistem lamun merupakan salah satu
ekosistem bahari yang produktif, ekosistem lamun pada perairan dangkal
berfungsi sebagai :
1. Menstabilkan dan menahan
sedimen–sedimen yang dibawa melalui tekanan-tekanan dari arus dan gelombang
2. Daun-daun memperlambat dan
mengurangi arus dan gelombang serta mengembangkan sedimentasi
3. Memberikan perlindungan terhadap
hewan–hewan muda dan dewasa yang berkunjung ke padang lamun
4. Daun–daun sangat membantu
organisme-organisme epifit
5. Mempunyai produktifitas dan
pertumbuhan yang tinggi
6. Menfiksasi karbon yang sebagian
besar masuk ke dalam sistem daur rantai makanan.
Selain
itu secara ekologis padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah
pesisir, yaitu :
1. Produsen detritus dan zat hara
2. Mengikat sedimen dan menstabilkan
substrat yang lunak, dengan sistem perakaran yang padat dan saling menyilang
3. Sebagai tempat berlindung, mencari
makan, tumbuh besar, dan memijah bagi beberapa jenis biota laut, terutama yang
melewati masa dewasanya di lingkungan ini
4. Sebagai tudung pelindung yang
melindungi penghuni padang lamun dari sengatan matahari.
Selanjutnya
dikatakan Philips & Menez (1988), lamun juga sebagai komoditi yang sudah
banyak dimanfaatkan oleh masyarakat baik secara tradisional maupun secara
modern. Adapun pemanfaatan lamun tersebut baik secara modern maupun tradisional
yaitu sebagai berikut : Secara Tradisional dan Secara Modern
·
Dimanfaatkan untuk kompos dan pupuk
·
Cerutu dan mainan anak-anak
·
Dianyam menadi keranjang
·
Tumpukan untuk pematang
·
Pembuatan kasur (sebagai pengisi kasur)
·
Dan dibuar jaring ikan
·
Penyaring limbah
·
Stabilizator pantai
·
Bahan untuk pabrik kertas
·
Makanan
·
Sumber bahan kimia
·
Dan obat-obatan
Di alam
padang lamun membentuk suatu komunitas yang merupakan habitat bagi berbagai
jenis hewan laut. Komunitas lamun ini juga dapat memperlambat gerakan air. bahkan
ada jenis lamun yang dapat dikonsumsi bagi penduduk sekitar pantai. Keberadaan
ekosistem padang lamun masih belum banyak dikenal baik pada kalangan akdemisi
maupun masyarakat umum, jika dibandingkan dengan ekosistem lain seperti
ekosistem terumbu karang dan ekosistem mangrove, meskipun diantara ekosistem
tersebut di kawasan pesisir merupakan satu kesatuan sistem dalam menjalankan
fungsi ekologisnya.
Selain
itu, padang lamun diketahui mendukung berbagai jaringan rantai makanan, baik
yang didasari oleh rantai herbivor maupun detrivor. Nilai ekonomis biota yang
berasosiasi dengan lamun diketahui sangat tinggi. Ekosistem padang lamun
memiliki nilai pelestarian fungsi ekosistem serta manfaat lainnya di masa
mendatang sesuai dengan perkembangan teknologi, yaitu produk obat-obatan dan
budidaya laut. Beberapa negara telah memanfaatkan lamun untuk pupuk, bahan
kasur, makanan, stabilisator pantai, penyaring limbah, bahan untuk pabrik
kertas, bahan kimia, dan sebagainya.
Peranan
padang lamun secara fisik di perairan laut dangkal adalah membantu mengurangi
tenaga gelombang dan arus, menyaring sedimen yang terlarut dalam air dan
menstabilkan dasar sedimen (Kiswara dan Winardi, 1999). Peranannya di perairan
laut dangkal adalah kemampuan berproduksi primer yang tinggi yang secara
langsung berhubungan erat dengan tingkat kelimpahan produktivitas perikanannya.
Keterkaitan perikanan dengan padang lamun sangat sedikit diinformasikan,
sehingga perikanan di padang lamun Indonesia hampir tidak pernah diketahui.
Keterkaitan antara padang lamun dan perikanan udang lepas pantai sudah dikenal
luas di perairan tropika Australia (Coles et al., 1993).
2.5
Faktor-faktor Lingkungan
Beberapa
faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap distribusi dan kestabilan ekosistem
padang lamun adalah :
1.
Kecerahan
Penetrasi
cahaya yang masuk ke dalam perairan sangat mempengaruhi proses fotosintesis
yang dilakukan oleh tumbuhan lamun. Lamun membutuhkan intensitas cahaya yang
tinggi untuk proses fotosintesa tersebut dan jika suatu perairan mendapat
pengaruh akibat aktivitas pembangunan sehingga meningkatkan sedimentasi pada
badan air yang akhirnya mempengaruhi turbiditas maka akan berdampak buruk terhadap
proses fotosintesis. Kondisi ini secara luas akan mengganggu produktivitas
primer ekosistem lamun.
2.
Temperature
Secara umum ekosistem padang lamun ditemukan secara luas di
daerah bersuhu dingin dan di tropis. Hal ini mengindikasikan bahwa lamun memiliki
tolerans yang luas terhadap
perubahan temparatur. Kondisi ini tidak selamanya benar jika kita hanya
memfokuskan terhadap lamun di daerah tropis karena kisaran lamun dapat tumbuh
optimal hanya pada temperatur 28 – 30 0C.
Hal ini berkaitan dengan kemampuan proses fotosintesis yang akan menurun jika
temperatur berada di luar kisaran tersebut.
3.
Salinitas
Kisaran salinitas yang dapat ditolerir tumbuhan lamun adalah
10 – 40 ‰ dan nilai optimumnya adalah 35 ‰. Penurunan salinitas akan menurunkan
kemampuan lamun untuk melakukan fotosintesis. Toleransi lamun terhadap
salinitas bervariasi juga terhadap jenis dan umur. Lamun yang tua dapat
mentoleransi fluktuasi salinitas yang besar. Salinitas juga berpengaruh
terhadap biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih.
Sedangkan kerapatan semakin meningkat dengan meningkatnya salinitas.
4.
Substrat
Padang lamun hidup pada berbagai macam tipe sedimen, mulai
dari lumpur sampai karang. Kebutuhan substrat yang utama bagi pengembangan
padang lamun adalah kedalaman sedimen yang cukup. Peranan kedalaman substrat
dalam stabilitas sedimen mencakup 2 hal yaitu : pelindung tanaman dari arus
laut dan tempat pengolahan dan pemasok nutrien.
5.
Kecepatan arus
Produktivitas padang lamun juga dipengaruhi oleh kecepatan
arus perairan. Pada saat kecepatan arus sekitar 0,5 m/detik, jenis Thallassia
testudium mempunyai kemampuan maksimal untuk tumbuh.
2.6 Jenis Fauna dan Flora yang
Terdapat Pada Padang Lamun
Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas
organiknya, dengan keanekaragaman biota yang juga cukup tinggi. Pada ekosistem
ini hidup beraneka ragam biota laut, seperti ikan, krustasea, moluska (Pinna
sp., Lambis sp., Strombus sp.), Ekinodermata (Holothuria sp., Synapta sp.,
Diadema sp., Archastersp., Linckia sp.), dan cacing Polikaeta.
2.7 Ekosistem Padang Lamun di
Perairan Indonesia
Indonesia yang memiliki panjang garis pantai 81.000 km,
mempunyai padang lamun yang luas bahkan terluas di daerah tropika. Luas padang
lamun yang terdapat di perairan Indonesia mencapai sekitar 30.000 km2 (Kiswara
dan Winardi, 1994). Jika dilihat dari pola zonasi lamun secara horisontal, maka
dapat dikatakan ekosistem lamun terletak di antara dua ekosistem bahari penting
yaitu ekosistem mangrove dan ekosistem terumbu karang (pada gambar dibawah).
Dengan letak yang berdekatan dengan dua ekosistem pantai tropik tersebut,
ekosistem lamun tidak terisolasi atau berdiri sendiri tetapi berinteraksi
dengan kedua ekosistem tersebut.
Adanya interaksi yang timbal balik dan saling mendukung,
maka secara ekologis lamun mempunyai peran yang cukup besar bagi ekosistem
pantai tropik. Adapun peran lamun tersebut (Nienhuis et
al., 1989; Hutomo dan Azkab, 1987; Zulkifli, 2000) adalah sebagai berikut:
1. Produsen primer, dimana lamun
memfiksasi sejumlah karbon organik dan sebagian besar memasuki rantai makanan
di laut, baik melalui pemangsaan langsung oleh herbivora maupun melalui
dekomposisi serasah
2. Sebagai habitat biota, lamun memberi
perlindungan dan tempat penempelan hewan dan tumbuh-tumbuhan
3. Sebagai penangkap sedimen, lamun
yang lebat memperlambat gerakan air yang disebabkan oleh arus dan ombak
4. Sebagai pendaur zat hara
5. Sebagai makanan dan kebutuhan lain,
seperti bahan baku pembuatan kertas.
Sedangkan dalam Fortes (1990), peran lamun bagi manusia baik
langsung maupun tidak langsung, dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1. Peran tradisional, seperti sebagai
bahan tenunan keranjang, kompos untuk pupuk
2. Peran kontemporer, seperti penyaring
air buangan; pembuatan kertas.
2.8.
Permasalahan
Lamun pada umumnya dianggap sebagai
kelompok tumbuhan yang homogen. Lamun terlihat mempunyai kaitan dengan habitat
dimana banyak lamun (Thalassia) adalah substrat dasar dengan pasir kasar.
Menurut Haruna (Sangaji, 1994) juga mendapatkan Enhalus acoroides dominan hidup
pada substrat dasar berpasir dan pasir sedikit berlumpur dan kadang-kadang terdapat
pada dasar yang terdiri atas campuran pecahan karang yang telah mati.
Keberadaan lamun pada kondisi habitat tersebut, tidak terlepas dan ganguan atau
ancaman-ancaman terhadap kelangsungan hidupnya baik berupa ancaman alami maupun
ancaman dari aktivitas manusia.
Kerusakan yang terjadi pada padang
lamun dapat disebabkan oleh natural stress dan anthrogenik stress. Natural
stress bisa disebabkan gunung meletus, sunami, kompetisi, predasi. Sedangkan
anthrogenik stress bisa disebabkan :
a. Perubahan fungsi pantai untuk
pelabuhan atau dermaga
b. Eutrofikasi(Blooming mikro alga
dapat menutupi lamun dalam memperoleh sinar matahari)
c. Aquakultur (pembabatan dari hutan
mangrove untuk tambak)
d. Water polution (logam berat dan
minyak)
e. Over fishing (pengambilan ikan yang berlebihan dan cara penangkapannya yang merusak).
Selain itu juga limbah pertanian,
industri, dan rumah tangga yang dibuang ke laut, pengerukan lumpur, lalu lintas
perahu yang padat, dan lain-lain kegiatan manusia dapat mempengaruhi kerusak
lamun.
Di tempat hilangnya padang lamun,
perubahan yang dapat diperkirakan menurut Fortes (1989), yaitu:
1. Reduksi detritus dari daun lamun
sebagai konsekuensi perubahan dalam jaring- jaring makanan di daerah pantai dan
komunitas ikan
2. Perubahan dalam produsen primer yang
dominan dari yang bersifat bentik yang bersifat planktonik
3. Perubahan dalam morfologi pantai
sebagai akibat hilangnya sifat-sifat pengikat
lamun
lamun
4. Hilangnya struktural dan biologi dan
digantikan oleh pasir yang gundul.
Banyak kegiatan atau proses dari alam maupun aktivitas
manusia yang mengancam kelangsungan
hidup ekosistem lamun seperti berikut :
No
|
Kegiata
|
Dampak
Potensial
|
1
|
Pengerukan dan pengurugan yang berkaitan dengan pembangunan areal estate pinggir
lautpelabuhan, industri,saluran navigasi.
|
Perusakan
total padang lamun,Perusakan habitat di lokasi,pembuangan hasil pengerukan,Dampak
sekunder pada perairan dengan meningkatnya kekeruhan air, dan terlapisnya
insan hewan air
|
2
|
Pencemaran limbah industri terutama logam berat, dan senyawa organolokrin
|
Terjadinya
akumulasi logam berat padang lamun melalui prosesbiological magnification
|
3
|
Pembuangan sampah organic
|
Penurunan
kandungan oksigen terlarut dan
Dapat
terjadi eutrofikasi yang engakibatkan blooming perifiton yang menempel di
daun lamun, dan juga meningkatkan kekeruhan yang dapat menghalangi cahaya
matahari
|
4
|
Pencemaran limbah pertanian
|
Pencemaran
pestisida dapat mematikan hewan yang berasosiasi dengan padang lamun dan Pencemar
pupuk dapat mengakibatkaneutr ofikasi
|
5
|
Pencemaran minyak
|
Lapisan
minyak pada daun lamun dapat menghalangi proses fotosintesis
|
Dampak kegiatan manusia pada ekosistem padang lamun (Bengen,
2001)
Selain beberapa ancaman tersebut,
kondisi lingkungan pertumbuhan juga mempengaruhi kelangsungan hidup suatu jenis
lamun, seperti yang dinyatakan oleh Barber (1985) bahwa temperatur yang baik
untuk mengontrol produktifitas lamun pada air adalah sekitar 20 sampai dengan
300C untuk jenis lamun Thalassia testudinum dan sekitar 300C untuk Syringodium
filiforme. Intensitas cahaya untuk laju fotosintesis lamun menunjukkan
peningkatan dengan meningkatnya suhu dari 290C sampai 350C untuk Zostera
marina, 300C untuk Cymidoceaenodosa dan 25-300C untuk
Posidonia oceanic. Kondisi ekosistem padang lamun diperarain
pesisir Indonesia sekitar 30-40%. Di pesisir pulau Jawa kondisi ekosistem
padang lamun telah mengalami gangguan yang cukup serius akibat pembuangan
limbah indusri dan pertumbuhan penduduk dan diperkirakan sebanyak 60% lamun
telah mengalami kerusakan. Di pesisir pulau Bali dan pulau Lombok ganguan
bersumber dari penggunaan potassium sianida dan telah berdampak pada penurunan
nilai dan kerapatan sepsiens lamun (Fortes, 1989).
Selanjutnya dijelaskan oleh Fortes
(1989) bahwa rekolonialisasi ekosistem padang lamun dari kerusakan yang telah
terjadi membutuhkan waktu antara 5-15 tahun dan biaya yang dibutuhkan dalam
mengembalikan fungsi ekosistem padang lamun di daerah tropis berkisar
22800-684.000 US $/ha. Oleh karena itu aktiviras pembangunan di wilayah pesisir
hendaknya dapat memenimalkan dampak negatif melalui pengkajian yang mendalam
pada tiga aspek yang tekait yaitu: aspek kelestarian lingkungan, aspek ekonomi
dan aspek sosial.
Ancaman kerusakan ekosistem padang
lamun di perairan pesisir berasal dari aktivitas masyarakat dalam
mengeksploatasi sumberdaya ekosistem padang lamun dengan menggunakan potassium
sianida, sabit dan gareng serta pembuangan limbah industri pengolahan ikan,
sampah rumah tangga dan pasar tradisional. Dalam hal ini Fauzi (2000)
menyatakan bahwa dalam menilai dampak dari suatu akifitas masyarakat terhadap
kerusakan lingkungan seperti ekosistem padang lamun dapat digunakan dengan
metode tehnik evaluasi ekonomi yang dikenal dengan istilahEnvironmental Impact
Assesment (EIA). Metode ini telah dijadikam istrumen universal dalam
mengevaluasi dampak lingkungan akibat aktivitas pembangunan, disamping itu
metode evaluasi ekonomi dapat menjembatani kepentingan ekonomi masyarakat dan
kebutuhan ekologi dari sumber daya alam.
Permasalahan dan isu pengelolaan
sumber daya pesisir dan lautan dalam hal ini ekosistem padang lamun, secara
umum sedang dihadapi di Indonesia, bahkan juga sama dengan yang terjadi di beberapa
negara berkembang lainnya. Walaupun dalam skala mikro bisa jadi tidak terlalu
persis karena perbedaan sosial ekonomi dan budaya. Karena itu, isu persoalan
seperti kemiskinan, konflik interes antar lembaga, rendahnya kesadaran
masyarakat terhadap lingkungan, pencemaran laut dan pesisir, keterbatasan dana
pengelolaan merupakan persoalan yang sedang dihadapi. (PKSPL, 1999).
Disadari bahwa padang lamun
memberikan banyak manfaat bagi manusia. Dengan demikian, mempertahankan
areal-areal padang lamun, termasuk tumbuhan dan hewannya, sangat penting untuk
pembangunan ekonomi dan sosial. Namun, akhir- akhir ini, tekanan penduduk
semakin meningkat akan sumberdaya laut menjadi faktor utama dalam perubahan
lingkungan ekosistem di laut. Yang menjadi kelemahan adalah bahwa selama ini
banyak masyarakat yang menganggap bahwa areal pesisir mutlak merupakan milik
umum yang sangat luas yang dapat mengakomodasi segala bentuk kepentingan
termasuk kegiatan yang berbahaya sekalipun. Ini suatu kelemahan cara berpikir
dan pengetahuan yang dapat mengancam keberlangsungan sumber daya pesisir dan
laut salah satunya adalah ekosistem padang lamun. Meskipun telah banyak produk
hokum yang jelas–jelas mengatur bahwa tidak ada satu orang ataupun kelompok
yang dapat semena-mena memanfaatkan dan mengelola kawasan pesisir ini, tetapi
penegakkannya melalui pengenaan sanksi yang tegas dan transparan belum berjalan
sebagaimana mestinya.
Meskipun
beberapa areal ekosistem pesisir termasuk areal padang lamun di Indonesia telah
dimasukan ke dalam suatu kawasan lindung, namun pada kenyataan di lapangan
menunjukkan banyak diantaranya yang masih mendapat tekanan yang cukup berarti.
Sebagai upaya pemecahan, kini pihak pemerintah dalam hal ini Departemen
Kelautandan Perikanan bekerja sama dengan perguruan tinggi dan instansi terkait
lainnya berusaha mengembangkan pendekatan terpadu yang melibatkan berbagai
pihak, yaitu Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu atau Integrated Coastal
Management (ICM). Pengeloaan
pesisir secara terpadu memerlukan justifikasi yang bersifat komprehensip dari
subsistem-subsistem yang terlibat di dalamnya. misalnya implikasi terhadap
lingkungan, ekologi, ekonomi dan sosial budaya dalam perspektif mikro maupun
makro. Pembangunan hendaknya mempertimbangkan keterpaduan antar unsur ekologi,
ekonomi dan sosial.
Pada lingkunag pesisir, memiliki
kendala khusus dalam melihat implikasi dari suatu strategi pengelolaan, hal ini
disebabkan karena adanya bermacam-macam aktivitas dan kelompok masyarakat
sebagai pengguna, seperti rencana pengelolaan yang dibuat oleh pemerintah
sering tidak dapat mencakup semua kepentingan masayarakat dan sebaliknya
masyarakat menganggap sumber alam sebagai open acces resources (Raharjo, 1996).Namun
yang paling penting dalam pengelolaan ekosistem di dalam wilayah pesisir harus
diingat, bahwa suatu ekosistem di wilayah pesisir tidak berdiri sendiri atau
diantara beberapa ekosistem saling terkait baik secara biogeofisik, maupun
secara sosioal-ekonomi; dan kelangsungan hidup suatu ekosistem juga sangat
tergantung pada aktifitas manusia di darat yang dipengaruhi oleh faktor budaya
masyarakat setempat.
Dengan demikian, upaya konservasi
dan pelestarian serta pengunaan sumber daya ekosistem lamun yang berkelanjutan
memerlukan pengelolaaan secara terpadu memiliki pengertian bahwa pengelolaan
sumber daya alam jasa-jasa lingkungan pesisir dan laut dilakukan melalui
penilaian secara menyeluruh (comprehensive assesment), merencanakan tujuan dan
sasaran, kemudian merencanakan serta mengelola segenap kegiatan pemanfaatannya
guna mencapai pembangunan yang optimal dan berkelanjutan. Perencanaan dan
pengelolaan tersebut dilakukan secara kontinyu dan dinamis dangan
mempertimbangkan aspek sosial-ekonomi budaya danaspirasi masyarakat pengguna
wilayah area pesisir (stakeholder) serta konflik kepentingan dan pemanfaatan
yang mungkin ada.
Pelestarian ekosistem padang lamun
merupakan suatu usaha yang sangat kompleks untuk dilaksanakan, karena kegitan
tersebut sangat membutuhkan sifat akomodatif terhadap segenap pihak baik yang
berada sekitar kawasan maupun di luar kawasan. Pada dasarnya kegiatan ini
dilakukan demi memenuhi kebutuhan dari berbagai kepentingan. Namun demikian,
sifat akomodatif ini akan lebih dirasakan manfaatnya bilamana keperpihakan
kepada masyarakat yang sangat rentan terhadap sumberdaya alam diberikan porsi
yang lebih besar. Dengan demikian, yang perlu diperhatikan adalah menjadikan
masyarakat sebagai komponen utama penggerak pelestarian areal padang lamun.
Oleh karena itu, persepsi masyarakat terhadap keberadaan ekosistem pesisir
perlu untuk diarahkan kepada cara pandang masyarakat akan pentingnya sumberdaya
alam persisir (Bengen, 2001).
Raharjo (1996) mengemukakan bahwa
pengeloaan berbasis masyarakat mengandung arti keterlibatan langsung masyarakat
dalam mengelola sumberdaya alam di suatu kawasan.. Dalam konteks ini pula perlu
diperhatikan mengenai karakteristik lokal dari masayakarakat di suatu kawasan.
Sering dikatakan bahwa salah satu faktor penyebab kerusakan sumber daya alam
pesisir adalah dekstrusi masyakarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karena
itu, dalam strategi ini perlu dicari alternatif mata pencaharian yang tujuannya
adalah untuk mangurangi tekanan terhadap sumberdaya pesisir termasuk lamun di
kawasan tersebut.
BAB III
PENUTUP
Ø Kesimpulan
Padang lamun adalah ekosistem
pesisir yang ditumbuhi oleh lamun sebagai vegetasi yang dominan. Lamun
(seagrass) adalah kelompok tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) dan
berkeping tunggal (Monokotil) yang mampu hidup secara permanen di bawah
permukaan air laut. Komunitas lamun berada di antara batas terendah daerah
pasangsurut sampai kedalaman tertentu dimana cahaya matahari masih dapat
mencapai dasar laut. Padang lamun merupakan suatu komunitas dengan
produktivitas primer dan sekunder yang sangat tinggi, detritus yang dihasilkan
sangat banyak, dan mampu mendukung berbagai macam komunitas hewan (Orth, 1987).
Padang lamun memiliki peranan ekologis yang sangat penting, yaitu sebagai
tempat asuhan, tempat berlindung, tempat mencari makan, tempat tinggal atau
tempat migrasi berbagai jenis hewan. Banyak kegiatan atau proses, baik alami
maupun oleh aktivitas manusia yang mengancam kelangsungan ekosistem lamun.
Ekosistem lamun sudah banyak terancam termasuk di Indonesia baik secara alami
maupun oleh aktifitas manusia. Besarnya pengaruh terhadap integritas
sumberdaya, meskipun secara garis besar tidak diketahui, namun dapat dipandang
di luar batas kesinambungan biologi.
Ekosistem lamun sangat terkait
dengan ekosistem di dalam wilayah pesisir seperti mangrove, terumbu karang,
estauria dan ekosistem lainya dalam menunjang keberadaan biota terutama pada
perikanan serta beberapa aspek lain seperti fungsi fisik dan sosial-ekonomi.
Hal ini menunjukkan keberadaan ekosistem lamun adalah tidak berdiri sendiri,
tetapi terkait dengan ekosistem sekitarnya, bahkan sangat dipengaruhi aktifitas
darat. Namun, akhir-akhir ini kondisi padang lamun semakin menyusut oleh adanya
kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Sebagai upaya konservasi dan kelestariannya
dalam rangka tetap mempertahankan lingkungan dan penggunaan yang berkelanjutan,
maka dikembangkan pendekatan terpadu yang melibatkan
berbagai pihak untuk membuat solusi tepat dalam mempertahankan
fungsi ekologis dari ekosistem yaitu pengelolaan pesisir secara terpadu atau Integrated Coastal Management (ICM).
DAFTAR PUSTAKA
Azkab,
M.H.1988. Pertumbuhan dan produksi lamun, Enhalus acoroides di rataan
terumbu
di Pari Pulau Seribu.Dalam: P3O-LIPI, Teluk Jakarta:
Biologi,Budidaya, Oseanografi,Geologi dan Perairan. Balai
Penelitian Biologi Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI,
Jakarta.
Azkab,M.H.1999. Kecepatan tumbuh dan produksi lamun dari
Teluk Kuta, Lombok.Dalam:P3O-LIPI, Dinamika komunitas biologis pada ekosistem
lamun di Pulau Lombok, Balitbang Biologi Laut, PustlibangBiologi Laut- LIPI,
Jakarta.
Azkab,M.H.
1999. Pedoman Invetarisasi Lamun.O s eana1: 1-16.Nybakken,J.W. 1988.
Biologi
Laut suatu pendekatan ekologis. Gramedia, Jakarta.PKSPL(Pusat Kajian SumberdayaPesisir
dan Lautan).1999. Perumusan kebijakan pengelolaan hayati laut Sulawesi Selatan.
Proyek kerjasama BAPEDAL dengan Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut
Pertanian.
Raharjo,Y.1996.
Community based management di wilayah pesisir. Pelatihan Perencanaan Wilayah
Pesisir Secara Terpadu. Pusat Kajian Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian
Bogor.